Pontianak – Selasa 5 Agustus 2025 – Seorang pekerja percetakan di Pontianak, Kalimantan Barat, diduga mengalami pemecatan sepihak tanpa prosedur hukum yang jelas. Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kota Pontianak melayangkan surat ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pontianak untuk meminta penyelesaian kasus yang dialami Hasanah Dwimurti, mantan karyawan PT Ghifari Mafaza Pratama.
Hasanah, yang telah bekerja selama lebih dari dua tahun di perusahaan percetakan tersebut, mengaku diberhentikan secara paksa pada 30 Juni 2025. Pemecatan dilakukan oleh pemilik perusahaan, berinisial DJP, dengan tuduhan mencetak spanduk tanpa menyetorkan hasilnya kepada perusahaan. Tuduhan itu disampaikan langsung oleh DJP saat memanggil Hasanah ke kediamannya.
Hasanah mengakui kesalahan tersebut dan menyatakan siap bertanggung jawab. Namun, pemilik perusahaan menyatakan tidak akan melanjutkan hubungan kerja dan memotong gaji Hasanah sebesar Rp1 juta dari total gaji bulanannya sebesar Rp1,5 juta. Hasanah hanya menerima sisa gaji sebesar Rp500 ribu.
Tak berhenti di situ, dua hari kemudian, DJP kembali memanggil Hasanah dan menyampaikan bahwa kerugian perusahaan akibat perbuatannya ditaksir mencapai lebih dari Rp100 juta. Namun DJP hanya menuntut ganti rugi sebesar Rp80 juta, yang diminta dibayar kontan atau dicicil. Karena tidak sanggup membayar kontan, Hasanah sepakat mencicil Rp500 ribu per bulan, dan diminta membuat surat pernyataan yang isinya didikte oleh DJP.
“Saya datang sendiri dan dalam kondisi hamil besar, tidak ada yang mendampingi saat itu,” ujar Hasanah.
Namun, pada 14 Juli 2025, DJP kembali menghubungi Hasanah dan menyatakan agar seluruh ganti rugi dibayarkan secara tunai pada akhir Juli, dengan alasan ia telah ditagih oleh pemasok bahan.
Hasanah berupaya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dengan menghubungi DJP lewat WhatsApp dan mengajak bertemu langsung, namun ajakan itu ditolak. Pada 30 Juli, Hasanah dan keluarganya menemui Ketua AWI Kota Pontianak dan menyerahkan surat kuasa agar AWI membantu penyelesaian perkara ini.
Budi Gautama, Ketua AWI Kota Pontianak sekaligus kuasa Hasanah, mengatakan pihak perusahaan melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan karena melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa melalui proses hukum yang sah.
“PHK harusnya dilakukan setelah ada penetapan berkekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, PHK tersebut batal demi hukum,” kata Budi.
AWI Kota Pontianak pun secara resmi menyurati Disnaker Kota Pontianak untuk memfasilitasi mediasi dan meminta perusahaan memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan.
“Perusahaan jangan hanya menuntut hak, tapi wajib juga memenuhi hak pekerja. Negara harus hadir menegakkan keadilan bagi tenaga kerja,” tegas Budi.
(Dani 87)