26.5 C
Jakarta
Tuesday, August 5, 2025

JAM-Pidum Menyetujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penganiayaan di Timor Tengah Utara

- Advertisement -spot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_img

Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 4 Agustus 2025.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Ani Mariana Nufeto alias Arni dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Kronologi berawal pada Sabtu, 3 Mei 2025 sekitar pukul 09.30 WITA, di halaman depan SDN Kecil Uimoni, Desa Popnam, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara.

Tersangka Ani Mariana Nufeto alias Arni melakukan penganiayaan terhadap korban Yashinta Olin alias Ibu Sinta dengan cara mencekik leher korban dari depan menggunakan tangan kanan, lalu memukul leher sebelah kanan korban menggunakan tangan kiri yang dikepal. Aksi tersangka dihentikan oleh saksi Adelinda Luis Tasib.

Akibat perbuatan tersangka, korban mengalami luka memar di leher bagian kanan sebagaimana tercantum dalam Visum Et Repertum Nomor 193/Visum/U/V/2025 yang dibuat oleh dr. Dewi Astuti Hasibuan di RSUD Kefamenanu. Luka tersebut disebabkan oleh trauma tumpul.

Proses perdamaian antara tersangka dan korban dilakukan pada 28 Juli 2025 tanpa syarat.

Korban memaafkan perbuatan tersangka, yang belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana. Tersangka juga telah menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara Firman Setiawan, S.H., M.H, Kasi Pidum sekaligus Jaksa Fasilitator Aditya Wahyu Wiratama, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Zet Tadung Allo, S.H., M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin 4 Agustus 2025.
Selain perkara tersebut,

JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 3 (tiga) perkara lainnya, yaitu:

Tersangka Alan Juliansyah bin Jalaludin, dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dan Pengancaman.

Tersangka Suharto alias Agus bin Sadimin Muhammad Badri dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Thomas Prayudha bin Erliansyah, dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

 

(Hamdani)

- Advertisement -spot_imgspot_img
Latest news
- Advertisement -spot_img
Related news
- Advertisement -spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sekabet girişSekabetSekabetSekabet GirişSekabet Güncel GirişPinbahisSekabetSekabetSekabetSekabet GirişSekabet Güncel Giriş